BEBAN DIBALIK SEORANG ISTRI YANG BEKERJA
Seorang istri
sudah sepatutnya berada dirumah, mengurus anak dan suami. Berusaha tampil
cantik di depan suami dan sempurna di depan anak-anaknya. Membuat rumah selalu
rapi dan nyaman untuk di tinggali, untuk tempat bercengkrama semua anggota
keluarga. Mungkin itu adalah bayangan seorang istri yang ideal. Meskipun
terlihat simple dan mudah, tapi hal itu sulit untuk dilakukan. Karena pada
kenyataannya, lebih dari setengah dari istri atau pun ibu memilih untuk bekerja
daripada hanya mengurus rumah.
Itu juga
membuat imej pada istri yang bekerja negative dimata orang banyak. Mulai dari
berfikir bahwa istri yang bekerja sangat ingin eksis, ingin berkarir,
mengalahkan pria, dan ingin meninggalkan anak. Padahal alasannya tidak seperti
itu, tidak ada seorang istri yang tidak ingin membahagiakan suaminya, ingin
berada di rumah mengurus suami dan menjadi seorang istri ideal.
1.
DITUNTUT SELALU ADA OLEH SUAMI
Yah benar,
kadang tidak semua lelaki mengerti tentang yang satu ini. Mereka cenderung
menuntut kita untuk selalu ada. Teori bahwa seorang istri diciptakan untuk
memenuhi dan melayani kebutuhan suami seolah menjadi teori yang paten untuk mereka.
Contoh kecil ketika seorang suami pulang dari pekerjaan, mereka menuntut istri
untuk menyediakan minum ketika mereka duduk, dan langsung makan karena
kelaparan. Hal itu mungkin sangat biasa dan memang harus dilakukan oleh seorang
istri pada suami. Tapi bagaimana dengan istri yang bekerja, mereka juga pasti
merasa sangat lelah karena sama-sama baru pulang kerja. Jadi tidak bisakah jika
suami mengambil minum sendiri ketika pulang kerja dan menunggu istri selesai
memasak karena lapar ? Seorang istri juga sama lelahnya, tapi mereka bisa
mengambil minum sendiri. Bahkan setelah itu mereka juga menyiapkan makan untuk
suami dan anaknya. Dan yang lebih menyakitkan lagi, hanya sedikit dari suami
yang mau mengucapkan terimakasih untuk perjuangan seorang istri di setiap
harinya hanya untuk sekedar menyenangkan hati seorang istri. Dalam keadaaan
seperti ini, tidak banyak istri yang bisa mengungkapkan kegelisahan mereka
tentang tuntutan suami karena mereka tidak ingin ada pertengkaran untuk hal-hal
semacam ini, dan pada akhirnya beban ini hanya bisa dirasakan oleh para istri
tanpa diketahui oleh suami.
2.
TETAP MENGERJAKAN PEKERJAAN RUMAH
Istri yang
bekerja bukan berarti mereka bisa mengesampingkan pekerjaan rumah. Mereka mempunyai beban yang lebih banyak, dari mulai
mereka membuka mata hingga menutup mata, tangan dan kaki mereka seolah tidak
berhenti bekerja. Pagi hari mereka bangun setidak nya jam 4/5 pagi, mereka
membereskan rumah, menyiapkan sarapan untuk keluarga dan makan siang untuk sang
anak. Lalu jam 8 pergi bekerja hingga pulang jam 5 sore dilanjutkan dengan
memasak untuk makan malam dan jika ada pekerjaan yang belum diselesaikan pagi,
mereka lanjutkan dimalam hari. Begitu juga dengan hari libur, hari libur mereka
tidak bisa mereka lewati dengan hanya duduk manis menonton tv. Banyak pekerjaan
rumah yang harus mereka kerjakan ketika libur, menyetrika pakaian, mengelap
kaca rumah, membersihkan halaman rumah dan masih banyak lagi. Para suami dalam
hal ini juga terkadang tidak tahu, istri yang bekerja tentunya berniat untuk
membantu suami dalam mencari nafkah, apakah tidak bisa juga jika mereka
membantu pekerjaan rumah istri sebagai bentuk timbal balik pada istri ? Para
suami seringkali merasa gengsi jika harus mengerjakan pekerjaan perempuan
dirumah, mereka takut dilihat oleh teman ataupun tetangga dan mendapat sebutan
SUSIS atau semacam itu. Dan rasa malu itu membuat para suami tidak bisa ikut
merasakan beban para istri yang harus tetap mengerjakan rumah meskipun mereka
bekerja.
3. MERTUA YANG IKUT CAMPUR
Tidak sedikit
mertua yang ikut campur dalam masalah rumah tangga, apalagi rumah tangga yang
baru berjalan 2 atau 3 tahun. Bersyukur jika mertua itu mengerti pada
menantunya yang bekerja dan mau membantu mengurus cucunya. Tapi bagaimana jika
mertuanya selalu ikut campur bahkan sampai menyepelekan pekerjaan menantunya.
Mereka dengan gampangnya menjugde bahwa menantunya tidak pandai mengurus rumah
dan suami karena terlalu sibuk bekerja, menitipkan anak mereka pada mertua atau
baby sitter sehingga sang anak menjadi lebih dekat pada pengasuhnya. Apa tidak
terfikir oleh mereka, jika rumah yang sedikit berantakan, suami yang tidak
terurus 100% karena mereka membantu para suami bekerja, membantu beban para
suami sehingga kebutuhan rumah bisa tercukupi. Nafkah yang cukup adalah kewajiban
seorang suami, saat seperti ini seharusnya mertua berterimakasih pada
menantunya karena memperingan kewajiban suami hingga kebutuhan bisa tercukupi.
Bukan malah menuntut untuk tetap sempurna seperti istri tidak bekerja. Beban
ini sangat berat dan hanya di tanggung oleh istri tanpa bisa mengutarakan pada
suami apalagi mertua.
4.
SAUDARA YANG IKUT BICARA
Tidak semua
saudara suami mengerti tentang adik/kakak iparnya yang bekerja sekalipun mereka
juga seorang wanita. Mereka dengan mudahnya mencibir dan membandingkan keluarga
mereka dengan keluarga yang bekerja. Membandingkan bahwa mereka bisa menjadi
seorang istri yang lebih baik dari istri yang bekerja. Mereka juga tidak
berfikir bahwa ipar mereka bekerja untuk membantu suami yang tidak lain adalah
saudara kandung mereka. Jika sudah seperti ini perdebatan biasanya tidak bisa
di hindari. Dan menjadi tambahan beban bagi istri jika suami tidak mengerti
posisi dirinya dan lebih membenarkan saudaranya.
4 faktor diatas hanya sebagian
kecil beban seorang istri yang bekerja yang tidak banyak suami ketahui. Saya
kira sudah sepantasnya imej miring tentang istri yang bekerja kita singkirkan
karena seharusnya istri yang bekerja itu diberi penghargaan. Mereka
menghabiskan waktu produktif mereka bukan hanya untuk mengurus anak dan suami,
tapi juga berperan ganda menjadi pencari nafkah kedua.
Baca juga cerita pertama saya
berjudul Dara,Please Be My Mom
Comments
Post a Comment